Catatan Pendek untuk Sebuah Perjalanan Panjang : Oleh-oleh Pelatihan Kader Dasar
Mengapa
harus menjadi catatan pendek padahal berasal dari sebuah perjalanan panjang?
Ya, karena catatan ini mungkin hanya akan mengisi satu atau dua halaman
kedepan. Padahal perjalanan yang saya lakukan amatlah panjang. Berapa meter
panjangnya? Hihihi. Bahkan sangat panjang sampai-sampai tak bisa lagi dihitung.
Oke, intermeso cukup. Jadi, mengapa perjalanan ini adalah perjalanan panjang?
Bayangkan, penulis harus melalui jungkir balik menjalani kehidupan selama
hampir tiga tahun untuk kemudian bisa mengikuti pelatihan ini. Nah, mungkin
banyak yang bertanya. Pelatihan apa sih? Oke, langsung saja. PKD atau Pelatihan
Kader Dasar adalah bentuk kaderisasi formal kedua setelah MAPABA di PMII. Jika
penulis sudah MAPABA sejak awal perkuliahan, kenapa baru PKD sekarang? Nah,
makanya perjalanan itu kemudian diklaim menjadi perjalanan panjang. Oke,
singkat saja. Kalau mau tau lebih lanjut, kita simak catatan-catatan berikutnya.
Sebuah
pendidikan formal tentu melalui banyak proses dan penetapan standar termasuk
kurikulum. Ada kurang lebih 10 materi yang harus dikuasai oleh peserta
pelatihan nantinya. 10 materi dalam waktu tempuh 3 hari. Bisa bayangkan? Awal
melihat susunan acara kepala sudah mau meledak. Hahaha, alay sih. Oke, jadi apa
saja materinya? Ada materi tentang Aswaja sebagai manhaj, Strategi Pengembangan
PMII, Paradigma, Nahdhotun Nisa’, Strategi dan Taktik, dan beberapa lagi. Maaf,
penulis hanya mampu menuangkan apa yang masih bersamayam dalam ingatannya.
Karena, dengan berat hati harus merelakan buku catatan yang tertinggal di
lokasi.
Oke, cus
ke catatan pertama. Paradigma Arus Balik
Masayarakat Pinggiran dan PKT.
Setelah
sekian lama menyelami PMII, baru kali ini penulis mengenal paradigma yang
muncul sebelum paradigma Kritis Transformatif. Payah bukan? Karena bahkan,
penulis tidak mencoba hanya sekadar menelisik sejarah paradigma yang sedang
digunakan. Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran ini muncul karena PMII
melihat kondisi masyarakat yang saat itu sangat tertindas. Kemudian, munculah
berbagai macam gerakan dan paradigma ini yang mendasarinya. Setelah zaman
semakin maju dan demokrasi mulai digaungkan, maka terhentilah pergerakan atas
dasar paradigma ini. Melihat kondisi ini, PKT muncul dan menjadi solusi. Apa itu PKT? PKT atau Paradigma Kritis Transformatif
adalah paradigma atau dasar pemikiran yang mengharapkan kader PMII dapat
bersikap kritis dalam melihat, menelaah, mengidentifikasi, memahami bagiamana
kondisi dirinya dan kondisi lingkungannya. Kemudian, kritis disini tetap dalam
tuntutan transformatif. Jadi, kritislah tapi juga milikilah solusi terbaiknya.
Kuy, kita izinkan otak kita berpikir lebih banyak dan lebih besar.
Catatan
kedua. Manhaj Al-Fikr dan Manhaj
Al-Harakah.
Sejauh
ini, siapa yang masih belum mengenal Aswaja? Usai MAPABA tentu istilah itu
sudah melekat dalam benak, apalagi yang kemudian diperkuat dalam
diskusi-diskusinya. Sebagai manhaj, Aswaja menawarkan solusi yang sangat luar
biasa. Tentu masih ingat dengan Tawassuth, Tasamuh, Tawazun dan Ta’addul bukan?
Penulis menyebutnya unsur penting (Yang, masih ngambang tentang 4 unsur itu kuy
sini ngopi bareng 😊). Sebagai pribadi PMII, keempat unsur penting tersebut
akan sangat luar biasa ketika tercermin dalam setiap pemikiran dan pergerakan
kita. Jadi, marilah kita refleksi! Sudahkah pemikiran dan pergerakan kita
mengandung keempat unsur penting tersebut?
Catatan
ketiga. Kebangkitan Perempuan.
Aih,
bangkit yang bagaimanakah ini maksudnya? Ternyata, dulu perempuan sangat
tertindas bahkan sekadar untuk menyampaikan pendapat. Pematerinya keren
>_< (Kalau mau tahu siapa, kuy sini ngopi bareng dulu wkwk) Jadi, satu
hal penting yang saya dapat dari beliau. Berprinsiplah, berpegang teguhlah
dengan prinsip itu, tapi tetap milikilah setiap momennya. Eh, ini mah nggak
Cuma satu hal penting ya. Hehehe. Kuy, jadi perempuan-perempuan hebat.
Perubahan dan cita-cita besar ada di pundak kita.
Catatan
keempat. Hal Besar Dibalik Sang Trilogi.
“Terbentuknya
pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah swt, berbudi luhur,
berilmu, cakap, bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta berkomitmen
dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.”
Allahu
Akbar, setelah berulang-ulang membaca mencoba memahami dan menelaah. Betapa
beratnya tujuan yang harus dicapai dari setiap kita, sahabat-sahabtku :”(
Lantas, sudah dimanakah kita? Mari kita cermati bersama. Masih ingat dengan
trilogi PMII? Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri Komitmen. Yang lupa? Yang ingat?
Yang nggak tahu? Yang pura-pura lupa? Yuk, semua mari kita lihat apa hal besar
dibaliknya!
Tiga
baris pertama adalah Tri Motto, tiga baris berikutnya adalah Tri Khidmat, dan
tiga baris terakhir adalah Tri Komitmen. Kembali ke tujuan pertama dan kedua,
bertaqwa dan berbudi luhur. Kedua tujuan itu terletak pada kata pertama dari
masing-masing trilogi yaitu dzikir, taqwa dan kejujuran. Kemudian, cita-cita
ketiga dan keempat, berilmu dan cakap. Keduanya ada pada kata kedua dari
masing-masing trilogi yaitu fikir, intelektual, dan kebenaran. Sedangkan tujuan
kelima dan keenam, yaitu bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu dan
berkomitmen dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan ada pada poin terakhir
dari masing-masing trilogi yaitu amal sholeh, profesional dan keadilan. Masih bingung
atau makin bingung? Atau punya pendapat lain? Kuy, sini ngopi bareng hehehe.
Ternyata,
di akhir sesi itu hal yang sempat tercatat oleh penulis adalah
bagiamana PMII mampu melakukan perubahan. Siapa yang ada di dalamnya? Kita!!!
Maka, apa dan kearah mana perubahan itu akan dibawa? Jawaban terbaiknya ada
pada kita.
Nah,
itulah catatan pendek tentang sebuah perjalanan panjang. Percayalah, sependek
itu karena keterbatasan penulis dalam mengingat dan teledor meninggalkan buku
catatan. Setiap yang terjadi dalam kehidupan kita ternyata adalah ilmu yang
tanpa kita ikat maka ia akan berhamburan sia-sia. Maka, jangan tinggalkan pena
dan buku, karena sulkus girus otak juga sangat memeliki keterbatasan. Serta
jangan sesombong itu meninggalkan pena dan buku. Pena dan buku memang kuno,
tapi mereka sangat berarti jika pemiliknya juga berarti. Maka, cerdaslah!
Salam
Pergerakan!
PS :
Seharusnya catatan ini bisa jadi sangat panjang, tapi karena keterbatasan ingatan
penulis dan kecerobohan meninggalkan buku catatan maka jadilah catatan sependek
ini. Mau tahu lebih lanjut? Kuy, ngopi 😊 Mau tahu lebih banyak lagi? Kuy, ikut PKD!! Terima kasih
banyak sahabat pembaca~
Alangkah baiknya jika artikel ini dikembangkan atau diringkas dan dimasukkan ke blog rayon
ReplyDelete