Senandung Elegi

Sakit!
Tatkala daku tahu
Dikau bak siang ditelan malam
Oh, bukan bukan
Dikau entah dimana, menghilang tanpa bekas
Oh, bukan bukan
Nampaknya luka itu membekas
Oh, bukan bukan
Entah luka atau apa
Yang pasti namamu terukir jelas
Ah senandung elegi itu memuakkan
Membuat diri semakin nista
Dikau hilang ditelan gerhana
Oh, bukan bukan
Dikau hilang bersama senja
Menyisakan kehangatan yang menyiksa
Nista nista
Hanya caci maki diri tersisa
Bergelut dengan sajak syair elegi
Tak lain tak bukan
Luka itu menganga yang kemudian disiram cuka
Kata kata tiada makna, hampa
Ah, apa daya
Mungkin tak ada lagi sudi untuk berlabuh
Atau sudah tak ada lagi tambatan untuk jangkarmu
Ah, sudahlah
Kisah ini nista 
Tapi tak ada sedikit pun dusta
Beginilah daku dengan segala kenistaanku
Tak pernah bisa sempurna
Tanpa ada indah rangkaian kata
Oh, bukan bukan
Rangkaian kata itu indah
Tapi apa?
Hampa!
Dikau tak lagi ada acuh
Karena semua bersisa peluh
Dan juga keluh atas sesak dengan alasan tiada
Kanvas pun telah pudar tanpa warna
Tapi tetap tak menuai kesimpulan makna
Hanya saja dikau seperti telah lupa
Bahwa telah kau beri makna seluas samudra 
Sedalam palung dunia
Palung luka , rindu canda tawa
Oh, bukan bukan 
Palung luka yang perih
Palung rindu yang sesak
Palung canda yang pengap
Serta tawa yang mengundang dahaga
Dikau mencukupkan
Tapi kau tak pernah tahu seberapa cukup
Sebagai rindu dan segala rasa hanya bisa mengatup ngatup
Entah sampai kapan berpendar atau akan meredup
Menanti suratan si takdir hidup

Comments

  1. Luar biasa puisinya....
    Mengisahkan rasa sakit hati , semacam kisah yg pertepuk sebelah tangan
    Oh, bukan bukan
    Semacam cinta tak terbalas,
    Hmmm, bukan bukan
    Semacam ditinggal pergi oleh seseorang/sesuatu yg sagat berharga

    ReplyDelete
  2. Baca lagi mas..habis saya edit.
    Si penulis sedang sakit hati sepertinyaa.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Kamu

Ilmu di Setiap Langkah Kaki