Menangis atau Menangis(i)

Secuil ilmu di tengah hari yang mulai gelap. Tidak-tidak. Kala itu tepat setelah senja pergi. Seseorang yang dengan baik perangainya mengajakku makan. Di sebuah warung sederhana di sudut jalan itu-iya jalan itu dengan menu yang sederhana pula. Namun apa? Ilmu-sedikit banyak terpintal di otak lelahku. Tentang apa? Menangis atau menangis(i). "Sebenarnya kita perlu bertanya pada diri kita sendiri, untuk apa yang telah kita lakukan selama ini, kemudian haruskah kita menangis atau menangis(i)? Aku memutar otak. Seseorang itu selalu mampu membuatku berpikir. Aku tertegun. Menunduk. Dan tentu berpikir. Hai, sepertinya aku harus menangis, oh bukan aku harus menangisi hidupku. Menangisi apa yang sudah diperbuat kedua tangan dan kaki, apa yang dilihat kedua mata, apa yang didengar kedua telinga, apa yang dirasa hati kecil nan mungil-merasa rasa yang tak patut dirasa, kemudian berpikir yang tak patut dipikir. Astaghfirullah. "Ya Allah, aku sudah terlalu jauh dari-Mu."

Begitulah penyesalan yang selalu datang di akhir. Begitulah rasa, ketika kau melunak pada diri sendiri. Dimana prinsip yang kau pegang teguh selama ini? Hanya saja! Kau sudah terlalu terbuai. Lalai. Lalai. Lalai. Lalai. Kau telah lalai!

Sekarang hanya tersisa dua hal, menangis atau menangis(i).

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kamu

Ilmu di Setiap Langkah Kaki

Senandung Elegi