Perkusi Joyo Pranoto
Bertahan tanpa alasan memang tidak pernah mudah
Namun melepaskan juga bukan sebuah hal yang tak susah
Setiap
keping memori kala itu masih melekat dengan baik. Tersimpan rapi di memorangium salah satu lobus otakku. Lebih
gembira lagi setiap kedua ban sepedaku menapaki Joyo Pranoto. Perkusi-perkusi
menyambutku dengan sukacita. Kemudian, senyumku melengkung indah. Kemudian,
ingatan mulai melambung. Kepingan film-film di otakku mulai berputar. Mengulas satu
persatu kejadian yang kualami seharian ini, bisa jadi kejadian kemarin, sehari
yang lalu, ataupun hari itu. Ya, hari itu. Kepingan film-film otakku tak ada lelah
memutar kejadian hari itu.
Joyo
Pranoto dan perkusinya. Mengusik indah kegiatanku untuk sejenak menikmati
perkusi-perkusinya. Semakin deru perkusi melambung ke langit, semakin memaksaku
untuk sejenak terdiam, merenung. Oh, bukan. Tapi memaksaku menyelami kembali
setiap kejadian di masa lalu.
Joyo
Pranoto dan perkusinya. Oh, nadanya membelai indah hari-hariku kala itu. Bahkan
ia bagaikan endorphine yang
disekresikan ke semua ruang hatiku. Perkusi itu membawa angin riang ke semua
penjuru Joyo Pranoto.
Joyo Pranoto dan
perkusinya. Dulu dan sekarang memang tak pernah sama. Perkusi yang dulu, begitu
pula perkusi yang sekarang. Senandungnya tak pernah sama. Jika dulu
senandungnya membelai indah angan-anganku. Maka sekarang senandungnya menyayat
indah setiap inci hatiku. Sakitnya tak menguap. Namun sakitnya membeku. Merusak
perlahan sel-sel tubuhku. Hingga, saraf mulai enggan menanggapi impuls yang
datang. Aku mati rasa. Tak kuasa hatiku terbuka untuk perkusi yang lain. Karena
membuka begitu sulit, sedang jatuh begitu sakit.
Joyo Pranoto. Kemudian
di hari ini, aku harus bagaimana? Deru perkusimu tak pernah padam. Namun aku?
Suatu saat mendengar alunan nadamu, satu sisi diriku ingin abai. Sedang yang
lain ingin menikmati. Menikmati rasa sakit yang tak kunjung usai, ataupun
menikmati sisa-sisa nada indahmu.
Ternyata aku
harus usai. Tapi perkusimu masih terus menderu. Ternyata aku harus selesai. Tapi
aku masih tetap tergugu.
Comments
Post a Comment