I Hear Your Voice
Berasa ngga asing sama judulnya? Iseng aja akunya ngambil dari salh satu judul drama korea yang diperanin sama si aktor terkenal Lee Jong Suk yang sekarang lagi sibuk syuting drama terbarunya 'W' duh, update banget yaa.. eh eh kok jadi ke Jong Suk sih, nih nih itu judul buat apa? Karena kuberhasil selesaikan satu cerpern-duh sampe typo- (cerpen) yang pasti karena inspirasi. Kepoin terus inspirasi inspirasi di kotak ini :) emmm..yang satu ini inspirasi dari seseorang yang suka datang dan pergi beberapa saat menetap di hati yang kemudian memberi arti-eh eh apalagi deh- yang pasti kisah ini datang dari seseorang yang menginspirasi. Siiiaaat tokoh, latar, kejadian dalam cerpen disini hanyalah fiktif belaka :D Happy Enjoying :)
Hmm..tobecontinued-- yaap. Nantikan sajaa kelanjutannya yaa :)
Semburat merah di langit sudah
menyembunyikan sang bintang terbesar. Menyisakan kehangatan-sisa-sisa panas
dari cahaya matahari-seharian ini. Peluh sudah mulai berhenti meluruh. Tak lagi
seperti tadi siang, ketika keringat menetes deras di setiap langkahku. Bisa
dipastikan, selepas maghrib pun aku belum sampai di tempat tujuanku. Ah, entah
sudah berapa kilo meter perjalanan yang kutempuh dua hari ini. Dan benar,
selesai waktu maghrib belum kutemukan ujung jalan ini. Ujung jalan ini menjadi
tujuanku, jalan yang cukup lebar dengan lampu jalanan yang sedikit temaram
kerlipnya. Aku sendiri. Kadang aku berpikir, aku gila. Bagaimana mungkin
aku-seorang gadis remaja tanggung- berjalan entah kemana, sendiri, kadang tanpa
tujuan. Kadang juga aku begitu bodo amat sama pikiran orang lain. Eh,
emang orang lain mikirin aku? Menjadi pejalan kaki dan penikmat jalanan
serta hiruk pikuknya adalah favoritku. Ah, hari semakin malam. Dan sebentar
lagi malam semakin larut. Haruskah ujung jalan temaram itu benar-benar kucapai?
Sejenak, keraguan melintas.
Begitu adanya-manusia dengan segenap keragu-raguan.
Akhirnya kuputuskan berhenti tepat di depan musholla daerah itu. Tempat sholat
ini kecil, tapi masyarakat sekitar masih berusaha memenuhi panggilan dari
Tuhan. Syukur dalam hati masih ada situasi seperti ini, mengingat sepertinya
kiamat sudah dekat. Oh! Pikiran ini kembali tersita oleh-lagi-lagi-hiruk pikuk
kehidupan manusia. Lamat-lamat mataku menatap, satu-satu kuperhatikan. Haruskah
manusia terus beraktivitas? Dan banyak hal lain yang lalu lalang di
pikiranku-gadis remaja tanggung. Sejurus kemudian dering telpon genggamku
membuyarkan aktivitas kecil otakku. Masih ada saja baterainya. Kukira ia
sudah tak bernyawa, jadi kubiarkan begitu saja di dalam tasku-entah di sebelah
mana ia-karena aku bingung dan terus mengaduk-ngaduk isi tasku. Sebelum
akhirnya tersambung dengan orang yang ada di seberang sana dan....
Hai, La! Kamu dimana? Bagaiaman
kabarmu dalam dua hari ini? Kenapa dua hari ini tak pernah sekalipun balas
smsku? Dan sudah 12 kali ku meneleponmu! ...
Persis. Itu suara seseorang di balik
teleponku.
Eits..eitss.. sabar-sabar.
Bagaimana mungkin aku menjawabnya jika kau terus memberondongku? Pras, apa ini
benar Pras?
Tanyaku kemudian.
Kenapa kau harus bertanya? Apa
semudah itu melupakanku? Hanya alam dua hari La!
Pras tak terima. Ia memprotes.
Kenapa kau harus bertanya
dimana aku, bagaiamana aku, dan apakah aku melupakanmu, jika tanpa kau bertanya
pun kau tahu jawabannya. Kau selalu curang Pras! Kau yang akan selalu membuatku
kalah! Kau jangan bercanda Pras..
Aku pun tak terima. Protesku
kembali.
Dan..kau yang selalu membuatku
bermain curang, La! Sekarang kau dimana? Kau pasti tidak sedang di asrama kan?
Hmm..tunggu aku di tempatmu, jangan sejengkal pun kau berani melangkahkan
kakimu La! Daerah itu daerah rawan, kau ini! Bagaiamana mungkin kau
berani-lagi-lagi-sendiri? Ah, La! Kau...
Tukas Pras tak menyelesaikan
kalimatnya dan segera menutup saluran telepon. Ah, Pras! Kau sudah seperti
bundaku. Pras-Prasetya Abimana-entahlah ia siapa. Ia hanya tiba-tiba datang di
kehidupan gadis tanggung sepertiku. Aku, gadis tertutup, banyak menuntut dan
sekali cerewetnya tak terturut, bisa
dibilang aku gadis penuh komitmen tapi seringkali tak bisa konsisten, apalagi
setelah mengenal orang yang satu itu. Gadis dominan sisi Plegmatis, tapi juga
sanguinis. Oh, sudah-sudah. Terlalu banyak informasi. Biarlah ceritanya
berlanjut pada seorang Pras. Bagaimana aku harus mengisahkan seorang Pras? Dia
menjadi salah satu kompleks yang sekarang bersarang di pikiranku-entah apa yang
kupikirkan pasti bersambung pada Pras. Iya, Pras! Laki-laki itu.
“Laaa!!” seru Pras dari seberang
jalan. Bola mataku tergerak mengamati sosoknya. Beberapa langkah kemudian ia
mendekat, dan mulailah sejenis reaksi kimia-entah reaksi apa-berlangsung di
sekujur tubuhku. Hanya dalam dua hari
saja aku tahu aku benar-benar merindukan sosoknya. Tapi tak pernah ada secuil
pun keberanian untuk mengungkapnya. Ia terpendam dalam, kemudian mengakar
begitu saja. “Hai, Laa! Kenapa kau terus melamun, aku memanggilmu dari tadi.” Sapanya
ketika jarak kita sudah dekat.
“Ah, kau selalu curang. Pada akhirnya
aku yang harus berbicara, bercerita dan kau pun terhibur oleh ceritaku karena
sesuai dengan yang kau tahu.” Protesku lagi-entah yang keberapa. Pras sudah
sangat terbiasa.
“Kau memikirkanku!” sudah pasti
jawabannya benar.
“Aku tak ingin
menjawabnya. Aku pergi!” aku beranjak, menaikkan ransel ke punggung dan mulai
melangkah, tapi tentu Pras menahanku.
“Jangan
mencobaku, La! Kau tak akan pernah sampai hati melakukan itu. Jelas-jelas kau
menginginkan...”
“Oke-oke, Pras!
Aku kalah. Kau menang. Sekarang apa yang kau mau?” aku menyela kalimat Pras. Aku tak ingin kalimatnya berlanjut,
karena hal itu bagaikan katalis yang hanya akan membuat sejenis reaksi kimia
aneh di tubuhku semakin cepat. Oh, tidak! Jangan sampai hal itu terjadi. Aku hanya
akan berlari meninggalkan Pras, padahal aku tahu berlari hanyalah hal bodoh di
hari yang semakin dingin dan gelap ini. Kesempatan yang bagus Pras datang. Aku hanya
tidak akan pulang jalan kaki, karena perjalanan dua hari sudah cukup baik
membuat kakiku bengkak sana-sini. Aku sedikit terpincang berjalan ke arah Pras.
“Kau bahkan
tidak bisa berjalan dengan baik, jelas kakimu tak baik-baik saja La.” Gerutu Pras.
Setelah menggurutu pasti dia akan mengeluarkan jurus andalannya dengan sedikit
menggodaku kadang sedikit keterlaluan. “Sini, kugendong. Eh nona manis yang
satu ini tahan banting. Kenapa aku bisa lupa?” itu dia! Candaan ala Prasetya.
“Iya, Pras. Aku
selalu tangguh.” Akhirnya perjalananku-entah perjalanan apa-terselesaikan di
seperempat malam dengan pulang ke rumah di boncengan sepeda motor butut Pras
yang suara knalpot benar-benar seperti ingin ditendang. Berisik. Bahkan suaranya
terdengar sampai radius beberapa kilometer. Jalannya bahkan seperti siput-entah
ini karena Pras yang membawanya atau bagaiamana. Dan payahnya, aku harus
berkali-kali membenahi posisi dudukku. Dan yang lebih payah lagi, Pras sangat
menyayangi motor bututnya. Ah, memang Pras.
“Berhenti mengutuki
La! Apalagi soal motorku. Atau kau mau kuturunkan disini? Jelas tidak. Ah, aku
juga yang menjawab pertanyaanku. Dan lagi, ia tak seperti siput. Ia bahkan bisa
seperti jet-ah tak mungkin juga- yang jelas kenapa aku menyetir begini, karena
bisa jadi kau jatuh La. Oh, bukan-bukan aku hanya ingin lebih lama menikmati
malam ini bersamamu.” Itu dia yang akhirnya keluar dari seorang Pras.
Bercandanya serius. Aku ingin menimpuknya dengan sesuatu saat itu juga, tapi
tak kulakukan. Otakku masih loading mencerna kalimatnya. Akuu..
Selanjutnya,
hening. Motornya melaju begitu saja menembus malam yang gelap dan dingin. Hanya
begitu saja. Dan begitu saja.
***
Cieeee....ceritanya di sweet
ReplyDelete